KAJIAN ANALISA DAN EVALUASI PERLINDUNGAN HAM BAGI TENAGA KERJA

KAJIAN ANALISA DAN EVALUASI PERLINDUNGAN HAM BAGI TENAGA KERJA
BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NO.13 TAHUN 2003 TENTANG
KETENAGAKERJAAN.
Permasalahan Pokok
Upaya untuk mengatasi krisis ekonomi yang dilakukan melalui program reformasi di
bidang ekonomi, belum memberi hasil yang memadai. Lambatnya proses pemulihan
ekonomi ini terutama disebabkan dua faktor. Pertama penyelenggaraan negara di
bidang ekonomi yang selama ini dilakukan atas dasar kekuasaan yang terpusat dengan
campur tangan pemerintah yang terlalu besar telah mengakibatkan kedaulatan
ekonomi tidak berada di tangan rakyat dan meknisme pasar tidak berfungsi secara
efektif. Kedua, kesenjangan ekonomi yang meliputi kesenjangan antara pusat dan
daerah, antar daerah, antar pelaku, dan antar golongan pendapatan, telah meluas ke
seluruh aspek kehidupan, sehingga struktur ekonomi tidak mampu menopangnya. Hal
ini ditandai dengan masih berkembangnya monopoli serta pemusatan kekuatan
ekonomi di tangan sekelompok kecil masyarakat atau daerah tertentu.
Lambatnya pemulihan ekonomi mengakibatkan pengangguran meningkat, jumlah
penduduk miskin makin bertambah, lapangan kerja menjadi hal yang langka. Akibat
lainnya, hak dan perlindungan tenaga kerja tidak terjamin dan kesehatan masyarakat
menurun. Pemulihan ekonomi bertujuan untuk mengembalikan tingkat pertumbuhan
dan pemerataan yang memadai, serta tercapainya pembangunan berkelanjutan.
Oleh karena itu dalam pelaksanaan pembangunan nasional, tenaga kerja mempunyai
peranan dan kedudukan yang sangat penting sebagai pelaku dan tujuan pembangunan.
Sesuai dengan peranan dan kedudukan tenaga kerja, diperlukan pembangunan
ketenagakerjaan untuk meningkatkan kualitas tenaga kerja dan peran sertanya dalam
pembangunan serta peningkatan perlindungan tenaga kerja dan keluarganya sesuai
harkat dan martabat kemanusiaan.
Perlindungan terhadap tenaga kerja dimaksudkan untuk menjamin hak-hak dasar
pekerja/buruh dan menjamin kesamaan kesempatan serta perlakuan tanpa
diskriminasi atas dasar apapun untuk mewujudkan kesejahteraan pekerja/buruh dan
keluarganya dengan tetap memperhatikan perkembangan kemajuan dunia usaha.
Dalam hubungan ini, maka suatu perekonomian yang digerakkan oleh rakyat untuk
kepentingan rakyat banyak, merupakan cita-cita yang perlu diwujudkan.
Perekonomian rakyat semacam ini akan lebih tahan atas gejolak yang terjadi, karena
pada dasarnya kuat berakar ke bawah. Sejalan dengan upaya untuk menggerakkan
perekonomian rakyat dan sekaligus memberikan peran yang lebih besar terhadap
partisipasi masyarakat dalam pembangunan nasional, proses otonomi daerah mulai
dilakukan pada akhir pembangunan jangka panjang 25 tahun ke dua ini. Dengan
demikian demokratisasi ekonomi dan sekaligus politik akan menampakkan wujudnya
secara lebih nyata. Proses demokratisasi semacam ini pada gilirannya akan mampu
menumbuhkan nilai tambah kemartabatan yang akan mengarah pada terciptanya
kemandirian dan keswadayaan dalam melakukan kegiatan-kegiatan pembangunan.
Dalam kaitannya dengan pekerja/buruh, Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) 1999
– 2004 mengamanatkan bahwa pengembangan ketenagakerjaan secara menyeluruh dan
terpadu diarahkan pada peningkatan kompetensi dan kemandirian tenaga kerja,
peningkatan pengupahan, penjaminan kesejahteraan, perlindungan tenaga kerja dan
kebebasan berserikat. Oleh karena itu, hal-hal seperti diuraikan diatas tentu harus
menjadi prioritas kebijakan pemerintah untuk dapat lebih peka dan dengan demikian
maka perlu diadakan suatu analisa dan evaluasi perlindungan Hak Asasi Manusia bagi
Tenaga Kerja berdasarkan Undang Undang Nomor. 13 tahun 2003 Tentang
Ketenagakerjaan.
Tujuan
Tujuan dari analisa dan evaluasi adalah untuk mengetahui implementasi Undang-
Undang Nomor 13 tahun 2003 dalam rangka pemenuhan, perlindungan dan penegakan
HAM bagi pekerja di perusahaan.
Kesimpulan
Bahwa Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sudah
dilaksanakan di berbagai daerah, meskipun sosialisasinya masih terus berlanjut
sehubungan dengan peraturan pelaksanaan dari ketentuan yang dimaksud.
Khusus mengenai hak-hak asasi pekerja yang berkaitan dengan perlindungan hak asasi
manusia bagi pekerja dalam Undang-Undang Nomor. 13 tahun 2003 telah sesuai
dengan ketentuan yang besifat internasional, hanya dalam pengawasan
pelaksanaannya, perlu dilakukan oleh pihak pemerintah secara baik. Meskipun di Dinas
tenaga kerja, Propinsi, Kabupaten/Kota atau pusat sudah ada pegawai pengawas,
namun masih kurang memadai. Dilihat dari lokasi perusahaan (berkaitan dengan luas
jangkauan wilayah), atau dari sudut banyaknya perusahaan dan pekerja yang diawasi.
Di beberapa daerah, dimana hubungan kerjanya masih kental berdasarkan hubungan
kekeluargaan, tugas dari pegawai pengawas kurang berpengaruh. Seperti yang telah
disampaikan bahwa di perusahaan yang sifatnya keluarga, ketentuan mengenai jam
kerja, upah dan jaminan sosial, walaupun mereka mengetahui, tapi nampaknya sulit
untuk diterapkan. karena dianggap tidak terlalu penting. Dengan demikian, kembali
pada pemerintah (pusat atau daerah), apakah lebih mengutamakan pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 atau kelangsungan hubungan kerja seperti yang
ada sekarang, bagi pihak perusahaan berupaya untuk kelangsungan usaha dan di pihak
lain, pekerjanya juga merasa tidak ada masalah, sepanjang kebutuhan hidupnya
terpenuhi secara layak.
Di kota-kota besar seperti di Jawa Timur, pekerja menggunakan hak mogoknya dalam
menuntut pemenuhan haknya, namun dari jawaban yang disampaikan oleh pihak
pekerja, ternyata bahwa walaupun mogok merupakan hak mereka, namun sedapat
mungkin tidak digunakan karena akan membawa dampak yang tidak diharapkan,
seperti terganggunya kelancaran pekerjaan dan proses produksi.
Pekerja di sektor formal pada umumnya sudah memahami hak-hak asasinya, bahkan di
beberapa daerah ketentuan tentang hak asasi pekerja sudah dapat terlaksana, dalam
arti pihak pekerja dapat merasakan hak-hak dasarnya sebagai pekerja, yaitu
kesempatan dan perlakuan yang sama dalam hubungan kerja, tidak ada diskrminasi
antara buruh laki-laki dan buruh perempuan. Kalaupun ada perbedaan perlakuan,
mereka dapat merasakan bahwa hal tersebut terjadi sehubungan dengan jenis
pekerjaan yang dilakukan, bukan semata-mata karena faktor jenis kelamin yang
menyebabkan perbedaan perlakuan. Namun disadari bahwa masih ada pengusaha yang
melanggar ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003, tetapi
belum ada satupun yang dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan tersebut.
Saran
Sosialisasi Undang-Undang Nomor. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan
peraturan-peraturan pendukungnya harus terus dilaksanakan, agar semua pihak,
terutama di daerah-daerah terpencil dapat mengetahui dan memahami maksud dari
ketentuan dimaksud;
Pelaksanaan sosialisasi Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003, akan lebih mengena
apabila didukung dengan sarana dan kelengkapan yang memudahkan para pengguna
untuk memahami, seperti brosur, alat peraga dan menjangkau unit-unit di daerahdaerah
terpencil;
Perlu kejelasan status pegawai pengawas, apakah sebagai pegawai pusat yang
ditempatkan ke daerah atau pegawai pemerintah daerah, dengan konsekuensi adanya
pengisian tugas pengawas oleh pegawai yang belum berpengalaman sebagai pengawas.
Hal ini memang agak berbeda dengan pegawai perantara, yang statusnya masih
pegawai Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi, bukan pegawai pemerintah
daerah.
Perlu ada keseragaman dari Pusat sampai ke daerah mengenai nama (nomenklatur)
dan lingkup tugas dinas tenaga kerja, agar tidak membingungkan masyarakat. Akan
tetapi tetap mengakomodasi keadaan dan kebutuhan daerah yang bersangkutan.
Pemenuhan hak asasi pada bidang ketenagakerjan yang paling utama adalah berkaitan
dengan kebebasan berekspresi dan kebebasan untuk mengembangkan diri, oleh sebab
itu perlu terus didorong agar dalam pembentukan serikat-serikat pekerja semata-mata
keinginan dan kehendak dari para pekerjanya secara demokratis, disamping itu perlu
didorong juga para pengusaha memfasilitasi para pekerjanya untuk mendapatkan
pelatihan-pelatihan baik dibidangnya, manajerial maupun dalam berorganisasi sesuai
amanat dari Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dalam Bab
V;
Perlu penegakkan ketentuan yang ada dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan secara konsisten dan konsekuen, artinya terhadap para
pengusaha yang masih melanggar ketentuan yang berkaitan dengan Undang-Undang
Nomor 13 Tahun 2003 ditindak sesuai dengan undang-undang dimaksud secara
proporsional;
Menghadapi masalah ketenagakerjaan yang semakin kompleks, pembinaan hubungan
industrial harus lebih ditingkatkan, artinya masing-masing pihak, pekerja, pengusaha,
serikat pekerja maupun pemerintah dapat memahami fungsi dan tugas masing-masing
demi kelancaran usaha. Untuk itu perlu terus dikembangkan sarana komunikasi dan
konsultasi yang sedini mungkin secara maksimal dalam menyelesaikan masalah yang
akan terjadi.

Tinggalkan komentar